Kain Kafan Turin
Sejak tahun 1969, Professor Max Frie, seorang ahli
kriminologi yang termasyhur dan menjabat Direktur Laboratorium Kepolisian
Zurich, telah memeriksa “Kain Kafan” dari Turin untuk meneliti serbuk-serbuk
yang melekat padanya, dan, setelah bertahun-tahun mengadakan penganalisaan
secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan modern mutakhir, akhirnya
dapat menemukan gambaran yang mendetail mengenai sejarah dan asal-usul Kain
Kafan tersebut. Khususnya dia telah menemukan benih-benih yang sangat kecil yang
terdiri dari biji-bijian yang sudah memfosil. Setelah mengadakan pengujian
secara teliti, ternyata biji-bijian tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
hanya terdapat di Palestina saja sekitar 20 abad yang lampau. Dari hasil
penemuan ini dia kini tidak ragu-ragu lagi akan keaslian Kain Kafan tersebut
yang juga kain itu membawa bekas biji-bijian dari tumbuhan-tumbuhan di daerah
sekitar Constantinople dan Laut Tengah. Biji-bijian yang terdiri dari limabelas
macam tumbuh-tumbuhan yang berlainan telah ditemukan juga di Kain Kafan itu,
yakni, enam berasal dari daerah Palestina, satu dari daerah Constantinople,
sedangkan yang delapan macam lagi berasal dari daerah sekitar Laut
Tengah.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut yang dimulai tahun 1969
dan atas perintah Gereja, dicatat oleh suatu press telah disebarkan permulaan
tahun 1976 mengatakan:
“Setelah diadakan penelitian selama tujuh tahun
mengenai Kain Kafan yang membungkus tubuh (Kristus), banyak para sarjana
mendapat kesimpulan bahwa Yesus telah dibawa ke makam dalam keadaan masih hidup.
Para ahli menguatkan pernyataan itu, bahwa Kain Kafan Suci yang disimpan di
Turin tersebut diselimutkan ke tubuh orang yang disalib, yakni, yang menderita
itu sungguh sama seperti apa yang diderita oleh Yesus, tetapi dinyatakan bahwa,
orang yang disalib itu tidak mati di kayu salib, melainkan dikemakamkan sewaktu
ia masih hidup. Duapuluh delapan noda darah di kain itu membuktikan hal ini.
Para peneliti tersebut meyakinkan kita bahwa mayat yang dibungkus kain kafan
pasti tak akan mengalirkan darah semacam itu. Yesus dikemakamkan dalam keadaan
masih hidup, jika tidak, maka pasti ada Yesus yang kedua dan ia telah sama-sama
menderita menghadapi sakaratulmaut”.
Mengenai catatan-catatan Kain Kafan
Turin tersebut kembali ke abad sembilan, ketika itu berada di Yerusalem. Pada
abad keduabelas ada di Constatinople, dan pada tahun 1474, setelah dalam waktu
yang singkat ada di Belgia, kain itu menjadi milik Rumah Keselamatan. Kain itu
pernah rusak terbakar pada tahun 1532 dan tiga tahun kemudian dipindahkan ke
Turin. Dari tahun 1536 sampai 1578 dipindahkan ke Vercelli, lalu ke Milan, lalu
ke Nice dan kembali lagi ke Vercelli, kemudian ke Chambrey, kemudian
dikembalikan lagi ke Turin pada tahun 1706 (yang selama tahun itu kain tersebut
pernah dipindahkan ke Jenewa dalam waktu yang tidak lama). Pada tahun 1946,
Hubert II dari Bala Keselamatan mempercayakan Kain Kafan itu kepada Uskup di
Turin untuk dirawat, tetapi tanpa diserahkan dengan baik kepada si pemilik Kain
itu.
Foto-foto pertama dari Kain Kafan itu diperoleh pada tahun 1898.
Foto-foto resminya telah diambil oleh G. Enrie pada tahun 1931 ketika penelaahan
kain itu dimulai.
Ukuran Kain Kafan tersebut adalah: Lebar 3 kaki 7 inchi
(110 cm) dan panjang 14 kaki 3 inchi (436 cm). Menurut pendapat Mr. Ricci,
seorang ahli tehnik di Vatikan, tapak tubuh yang membekas di Kain Kafan tersebut
menunjukkan tubuh yang berukuran tinggi 5 kaki 4 inchi (162 cm). Namun Proffesor
Lorenzo Ferri, seorang ahli pemahat patung dari Roma, telah mengukur panjang
tubuh yang diselimuti kain itu yaitu hampir 6 kaki 2 inchi (187 cm).
Pada
tahun 1957, buku Kurt Berna yang berjudul “Jesus nicht am Kreuz gestorben”
(Yesus tidak wafat di kayu salib) muncul. Berna adalah seorang Katolik dan
Sekretaris Institut Jerman di Stuttgart, yang sejak beredarnya foto-foto G.
Enrie, telah mempelajari Kain Kafan tersebut secara intensif. Hasil-hasil
penelaahan itu telah disebar-luaskan oleh Berna sendiri dalam bentuk dua buku,
yakni: “Das Linen” (Kain Kafan) dan “Jesus nicht am kreuz gestorben”. Buku-buku
tersebut, khususnya yang kedua, pada waktu penyebarannya telah menggemparkan dan
menjadi ajang pertentangan yang sungguh hebat.
Pada tanggal 26 Februari
1959, Berna menulis sepucuk surat kepada Paus John XXIII memohon kepadanya untuk
membentuk suatu panitia para dokter untuk menyelidiki Kain Kafan tersebut, dan
tujuannya adalah untuk mengakhiri pertentangan mengenai persoalan
tersebut.
Permohonan pertama ditolak, langsung melalui utusan Paus di
Jerman; tetapi pada tahun 1969, Vatikan membentuk panitia yang hasilnya telah
kita lihat di muka tadi, yang pada kesimpulannya adalah sama seperti apa yang
dikehendaki oleh Berna.
Berikut ini adalah surat Berna kepada Paus
John:
Paduka yang mulia,
Dua tahun yang lalu, Lembaga
Penelitian Kain Kafan Suci Jerman telah mempersembahkan hasil-hasil penelaahan
Kain Kafan yang disimpan di Turin kepada Paduka dan masyarakat
luas.
Selama duapupuh empat bulan yang lalu itu, para ahli yang berbeda
dari berbagai Universitas di Jerman telah berusaha untuk tidak membenarkan
penemuan-penemuan yang luar biasa itu, tetapi mereka gagal. Walaupun begitu,
mereka berdalih bahwa ilmu pengetahuan mereka memungkinkan mereka dengan mudah
untuk tidak membenarkan kesimpulan-kesimpulan kami, namun akhirnya mereka
mengakui kalah dan sekarang mereka mengakui kembali dan bahkan menyetujui sahnya
penelaahan ini; dan memang hal ini penting sekali bagi kedua agama, yakni Yahudi
dan Kristen. Kirangan sangat berlebihan dan tidak pada tempatnya di sini untuk
menyebutkan berapa banyak komentar-komentar yang timbul di berbagai media massa
internasional.
Karena tak seorang pun dapat mengingkari dengan yakin akan
hasil-hasil penelitian tersebut, maka Lembaga yakin bahwa penemuan-penemuan
tersebut akan menimbulkan tantangan terbuka bagi seluruh dunia. Telah terbukti
dengan meyakinkan, bahwa Yesus Kristus telah dibaringkan di Kain Kafan itu,
setelah penyaliban dan pencabutan mahkota duri.
Penelaahan-penelaahan
telah menetapkan dengan begitu pasti bahwa tubuh orang yang disalib itu telah
diselimuti dengan kain itu dan dibiarkan beberapa saat lamanya. Dari sudut
pandang ilmu kedokteran, telah terbukti bahwa tubuh yang dibaringkan di Kain
Kafan itu tidak mati karena jantungnya masih tetap berdenyut. Bekas-bekas darah
mengalir, keadaan ini dan secara alami, memberikan bukti ilmiah bahwa apa yang
dinamakan hukuman mati itu benar-benar tidak sempurna.
Penemuan ini
menggambarkan, bahwa apa yang diajarkan Kristen masa kini maupun yang dahulu
tidaklah benar.
Paduka, ini adalah kesaksian ilmu pengetahuan. Tak dapat
diingkari, bahwa penelaahan Kain Kafan Suci sekarang ini sangat penting sekali
artinya, karena melibatkan ilmu pengetahuan (science) dan bukti sejarah.
Foto-foto Kain Kafan Suci yang telah dipersiapkan pada tahun 1931 dengan izin
Paus Pius XI yang tegas, menambah lengkapnya perbendaharaan untuk membuktikan
benar tidaknya hasil-hasil penelaahan saat ini. Untuk membuktikan bila hal itu
tidak benar, maka di sini penting sekali mengemukakan pengujian-pengujian
berikut ini: a). menggunakan percobaan kimia modern (yang dianalisa oleh
miscroscope dan dengan penelaahan-penelaahan semacam itu) pada bekasbekas darah
yang menetes yang terdapat di Kain Kafan Suci tersebut yang dihasilkan oleh
hentakan-hentakan jantung yang masih tetap berdenyut. b). pengujian menggunakan
sinar “X” dan sinar infra merah serta sinar ultra-violet maupun dengan
menggunakan metode-metode modern lainnya. c). didata dengan peralatan jam atom
dan metode karbon 14.
Untuk menganalisa kain kafan dengan tepat, hanya
diperlukan 300 gram. Ini tak akan merusak Kain Kafan Suci, ia hanya memerlukan
carikan 2 cm saja lebarnya dari sisi kain itu, yang panjang kain itu 4,36 meter.
Dengan cara ini, bagian-bagian penting dari kain itu tidak akan rusak
seluruhnya. Tak ada seorang Kristen pun di dunia ini, kecuali Paduka tentunya
sebagai seorang Paus Gereja, yang dapat mengurus barang pusaka suci itu.
Hasil-hasil penelaahan Lembaga dan perwakilan-perwakilan lain yang hanya dapat
menolak, apabila pengujian-pengujian ilmu pengetahuan diselenggarakan. Saya
tidak mengerti, mengapa Gereja tidak mau memberi izin terhadap
penelaahan-penelaah Kain Kafan Suci itu. Saya tidak percaya bahwa hal itu akan
menyebabkan Gereja merasa takut: Mengapa harus begitu? Lembaga pun tidak perlu
merasa takut, sebab hal itu mengemukakan penelaahan-penelaahan yang tulus dan
suci, ia menggunakan metodemetode yang berlaku. Dengan keyakinan penuh, kami
dapat menyatakan bahwa tak seorang pun bahkan di dunia ini yang tidak dapat
membenarkan penemuan-penemuan itu, yang menimbulkan tantangan terbuka pada
Lembaga.
Sebagaimana telah digambarkan, hanya dengan menunjukkan benar
atau tidaknya fakta-fakta dan analisa-analisa ilmu pengetahuan saja yang dapat
melengkapi hasil-hasil yang diharapkan.
Mengingat penelaahan yang luar
biasa ini, kami dengan rendah hati memohon kepada Paduka untuk memberikan
perhatiannya, dengan demikian Gereja dapat membawa perkara itu kepada suatu
kesimpulan. Sejumlah para pengikut Gereja dan masyarakat lain mereka siap untuk
menjawab panggilan apabila Gereja berkenan.
Atas nama Lembaga Penelitian
Kain Kafan Suci Jerman dan rekan-rekan yang berkepentingan dalam penelitian ini,
kami, sebagai penganut Katolik Roma, dengan ini memohon kepada Paduka untuk
memberikan izin hal tersebut karena pentingnya bukti-bukti yang mungkin bisa
diperoleh.
Salam takzim pada Paduka.
Kurt
Berna,
Penulis dan Sekretaris Katolik
Urusan Lembaga Penelitian
Jerman
Sebelum mendiskusikan kehidupan Yesus setelah lukanya sembuh
akibat penyaliban, saya akan menggaris-bawahi satu pandangan dari kesimpulan
yang dicapai oleh Berna di dalam bukunya tersebut.
Berna mengatakan,
analisa kain kafan tersebut meunjukkan bahwa, kepala dan tangan Yesus diletakkan
lebih tinggi dari pada letak badannya. Andaikata Yesus telah wafat ketika
dibungkus kain kafan tersebut, maka ini berarti tidak mungkin ada darah segar
yang mengalir pada bagian-bagian tersebut yang meninggalkan bekas pada kain
kafan itu. Oleh karenanya, Berna mempertahankan pendiriannya, bahwa kain itu
meninggalkan bekas-bekas darah yang mengalir dari luka-luka yang disebabkan
mahkota duri yang dipasang oleh orang-orang Romawi di seputar kepala Yesus, yang
mencemoohkan sebagai “Raja Yahudi”, kemudian suatu ketika tubuh itu diturunkan
dari kayu salib dan “mahkota” itu pun dicopot, maka luka-luka yang disebabkan
oleh duri-duri tersebut mulai berdarah. Apabila Yesus telah wafat saat itu, maka
semua darah pasti membeku di bagian bawah badannya. Sudah merupakan hukum alam,
asalkan jantung terus-menerus memompa, maka darah pun akan terus beredar bahkan
sekalipun dalam keadaan hampa udara. Apabila saat itu jantung berhenti
berdenyut, maka darah pun akan berhenti beredar dan akan mulai kembali ke
urat-urat, pembuluh-pembuluh darah di permukaan kulit akan segera mengering, dan
rupa pucat kematian pun akan nampak di tubuh. Jadi, darah segar pasti tak akan
mengalir dari luka-luka di kepala Yesus jika jantungnya berhenti berdenyut, ini
adalah bukti medis, bahwa Yesus tidak wafat ketika beliau dibungkus kain kafan
itu. Mungkin beliau tidak bernafas dan nampaknya seperti mati; tetapi bilamana
jantung tetap berdenyut, dalam keadaan demikian ini, seseorang bisa hidup
kembali dengan perawatan medis yang intensif.
Garis tipis pada kain kafan
tersebut menunjukkan darah yang berasal dari luka tangan yang dipaku mengalir
sepanjang lengan kanan ketika paku itu dicabut. Terlihat, bahwa darah itu segar
dan membasahi kain kafan itu, ini menambah lengkapnya bukti, bahwa jantung Yesus
masih tetap aktif ketika beliau diturunkan dari kayu salib.
Kain Kafan
itu juga menambah lengkapnya bukti dimana tombak yang digunakan prajurit Romawi
untuk menguji apakah Yesus sudah wafat atau belum, ia menancap dan jatuh dari
tubuh beliau. Bekas-bekas darah menunjukkan, bahwa tombak menembus dada sebelah
kanan, di antara tulang rusuk yang kelima dan keenam dan menerobos ke sebelah
atas lengan kiri dan membuat sudut 20 derajat. Oleh sebab itu, tombak tersebut
lewat dekat jantung tetapi tidak melukainya, “darah dan air” yang dinyatakan
dalam Injil Yahya (19:34) memberikan bukti kepada kita, bahwa darah itu mengalir
dari luka dan bukan dari jantung. Ini menunjukkan bahwa jantung masih tetap
berdenyut sekalipun lemah, dan karenanya Yesus masih tetap hidup.
Namun
Paulus mencatat dan menjadikan doktrin, bahwa Yesus mati disalib dan kemudian
bangkit kembali, dan doktrin inilah yang diperkuat oleh Gereja Kristen. Oleh
sebab inilah, hasil-hasil penelitian Kain Kafan Turin membuat Gereja dalam
keadaan serba sulit, dan akibatnya pada tanggal 30 Juni 1960, Paus John XXII
mengeluarkan maklumat yang dicetak koran Vatikan: “L’Osservatore Romano” pada
tanggal 2 Juli, dengan judul: “Keselamatan Sempurna Tubuh Yesus Kristus”. Dalam
hal ini Paus menyatakan kepada para Uskup Katolik yang mengakui dan menyebarkan
berita-berita ini, bahwa keselamatan sempurna umat manusia adalah akibat
langsung dari darah Yesus Kristus, dan kematiannya akhirnya tidaklah dianggap
penting.
--------------------------------------------------------------------------------
1.
Sage adalah sejenis tumbuhan rerumputan yang berdaun hijau keabu-abuan dan suram
warnanya, digunakan untuk mengharumkan makanan. (Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English).
2. Verbena adalah sejenis tumbuhan
rerumputan yang terdapat di banyak taman-taman, mempunyai beraneka warna bunga.
(Kamus, idem, -penerjemah).
Home » Theologi » DARI SALIB KE KASHMIR
DARI SALIB KE KASHMIR
Diposting oleh BreakEver on Senin, 29 Februari 2016
Label:
Kebohongan Kristen,
Kristologi,
Theologi
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar